Pada
umumnya, sikap (attitude) manusia diarahkan oleh pengetahuannya mengenai hal yang baik
atau buruk, menguntungkan atau merugikan, dan seterusnya, sehingga manusia merasa
perlu untuk terus menambah pengetahuannya, bahkan hal itu dilakukan hingga akhir hayatnya. Ada
bermacam-macam cara manusia dalam upaya memperoleh pengetahuan (knowledge).
Menurut Helmstadter (dalam Christensen, 2001), ada enam cara manusia memperoleh
pengetahuan, yakni:
1. Kekukuhan
pendapat (tenacity)
Dalam usaha
memperoleh pengetahuan, metode ini berdasarkan pada takhayul (superstition),
atau kebiasaan (habit) yang umummya berlaku di lingkungan masyarakat tertentu. Dalam hal ini, pengetahuan
dianggap benar karena selalu dipercayai. Takhayul atau kebiasaan ini seolah-olah merupakan fakta. Pengulangan-pengulangan
keyakinan ini dapat semakin memperkuat keyakinan tersebut. Ada dua kelemahan dari
metode ini. Pertama, sering kekukuhan pendapat (pengetahuan) tersebut
tidak sesuai dengan kenyataan. Kedua, tidak ada mekanisme yang mengkoreksi
takhayul atau kebiasaan yang bertentangan dengan kenyataan, sehingga keyakinan yang dibangun karena takhayul atau kebiasaan ini lambat-laun akan terkoreksi dengan sendirinya. Walaupun memiliki kelemahan, bukan berarti metode ini tidak
digunakan dalam penelitian ilmiah. Kekukuhan pendapat dapat terjadi apabila seorang
peneliti sangat percaya dan teguh pada pendiriannya bahwa pendapat atau
hipotesisnya benar, meskipun mendapat banyak kritik dari orang lain. Justru, menjadi tantangan bagi peneliti untuk membuktikan apakah dugaannya terbukti atau tidak, diterima atau ditolak.
2. Otoritas (Authority)
Pada metode ini, suatu informasi diterima sebagai
pengetahuan yang benar karena dinyatakan oleh seseorang atau sumber yang
dianggap memiliki otoritas atau kekuasaan. Metode otoritas terjadi saat kita
mempercayai begitu saja pengetahuan yang dinyatakan oleh tokoh/pihak otoritas,
yang belum tentu selalu benar. Kelemahan metode ini sama seperti metode
sebelumnya, yaitu pengetahuan yang didapat dari pihak otoritas belum tentu
benar atau sesuai dengan kenyataannya.
3. Intuisi (Intuition)
Cara memperoleh pengetahuan dengan intuisi tidak melalui penalaran. Pengetahuan dianggap benar
apabila seseorang berpikir seperti itu, tetapi tidak mengetahui alasan mengapa
ia berpikir seperti itu. Adapun kelemahan dari metode ini, antara lain individu tidak dapat
memisahkan antara pengetahuan yang akurat dengan pengetahuannya yang tidak akurat. Selain itu,
karena faktor self-evident, maka pembuktiannya hanya berlaku pada diri individu itu sendiri, tidak dapat dibuktikan oleh orang lain. Meskipun demikian, metode ini juga berguna dalam mendukung proses penelitian ilmiah, terutama ketika peneliti membentuk dugaan (hipotesis). Walaupun
biasanya hipotesis berasal dari deduksi teori atau penelitian sebelumnya, namun hipotesis kadang juga
dapat diperoleh dari intuisi peneliti berdasarkan pengalaman pribadi atau pemikiran yang
terbesit secara tiba-tiba. Bagaimanapun, hipotesis tersebut masih membutuhkan proses lanjutan, dan berakhir pada pembuktian.
4. Rasionalisme (Rationalism)
Metode ini mengandalkan penalaran (reasoning) dalam memperoleh pengetahuan. Proses
berpikir rasionalisme dikenal sebagai metode deduktif karena metode ini
mengandalkan pemikiran rasional yang akan dicari pembuktiannya pada kehidupan
sehari-hari (empiris). Menurut metode ini, pengetahuan dianggap benar hanya apabila pengetahuan itu diperoleh dengan menggunakan
proses penalaran yang benar. Meskipun mengandalkan penalaran yang menunjukkan kejernihan berpikir manusia, metode ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari metode ini adalah apa yang dinalar tidak selalu
sesuai dengan kenyataan, tidak selalu memberikan informasi yang akurat, dan
belum tentu diterima oleh orang lain. Dalam proses penelitian terutama dengan pendekatan kuantitatif, metode rasionalisme ini digunakan ketika
peneliti menghubungkan teori-teori yang ada untuk membangun hipotesis, yang
kemudian diujikan dalam penelitian. Ketika peneliti tidak menggunakan
rasionalisme dalam landasan teoritisnya, suatu penelitian dikatakan tidak
memiliki dasar ilmiah. Karena cara bernalar manusia tidak selalu benar, maka
deduksi teori kemudian dibuktikan melalui penelitian. Oleh karena itu, proses membangun hipotesis dalam penelitian kuantitatif berawal dari kesenjangan (gap) antara das sollen dan das sein.
5. Empirisme (Empiricism)
Metode
empirisme ini berlawanan dengan metode rasionalisme di atas. Metode ini lebih mementingkan pengalaman atau observasi (bukan penalaran). Pada metode ini, suatu
penjelasan dianggap benar apabila penjelasan tersebut sesuai dengan pengalaman atau observasi.
Karena lebih mengutamakan pengalaman, metode ini dikenal sebagai metode
induktif, karena membuat kesimpulan mengenai sesuatu berdasarkan pengalaman.
Sama seperti rasionalisme, empirisme juga merupakan elemen penting dalam ilmu
pengetahuan. Empirisme dalam ilmu berkaitan dengan pengumpulan data melalui
penggunaan metode yang ilmiah, bukan hanya berdasarkan pengalaman pribadi
seseorang mengenai kejadian tertentu. Metode empirisme ini merupakan pijakan penelitian dengan pendekatan kualitatif, dimana peneliti berperan sebagai instrumen kunci.
6. Metode ilmiah (Science)
Metode ini dianggap sebagai metode yang paling baik bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan karena metode ini berusaha mendapatkan informasi yang
sedekat mungkin dengan kenyataan. Sebagai metode, secara umum metode ilmiah
dapat diartikan sebagi metode penyelidikan (a method or logic of inquiry) karena
menitikberatkan pada proses penyelidikan untuk mendapatkan kebenaran. Metode
ini melibatkan dua metode sebelumnya, yaitu metode rasionalisme yang menekankan pada
penalaran, dan metode empirisme yang didasarkan pada kenyataan yang ada. Dalam metode
ilmiah pengetahuan diperoleh berdasarkan penelitian yang sistematis, objektif, terkontrol,
dan dapat diuji, yang dilakukan melalui metode deduktif dan induktif.
Dapat disimpulkan, berdasarkan enam metode yang telah dipaparkan di atas, metode ilmiah (science) merupakan
metode yang paling baik dibandingkan metode-metode yang lainnya. Hal ini berarti, metode-metode
sebelumnya (kekukuhan pendapat, otoritas, intuisi, rasionalisme, dan empirisme)
tergolong sebagai metode yang non-ilmiah dalam upaya manusia memperoleh pengetahuan. Metode ilmiah mengarah pada terbentuknya ilmu pengetahuan (science), sedangkan metode-metode yang non-ilmiah tersebut akan membentuk "pengetahuan awam" yang didasarkan pada pemikiran akal sehat (common sense). Tentu saja, hasil dari penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah ini akan memberi informasi ilmiah melalui temuan dan kesimpulan penelitiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar